PROFESI-UNM.COM – Jauh sebelum kemerdekaan RI, banyak tokoh Indonesia yang memiliki pemikiran maju khususnya dalam bidang pendidikan. Beberapa tokoh pendidikan pribumi yang memberikan warna pendidikan sampai saat ini. Tokoh-tokoh tersebut adalah insan-insan bermartabat yang memperjuangkan pendidikan dan sekaligus pejuang kemerdekaan yang berjuang melepaskan cengkeraman penjajah dari bumi Indonesia.
1. Ki Hajar Dewantara
Ki Hajar Dewantara, yang sebelumnya bernama Raden Mas Suwardi Suryaningrat, lahir di Yogyakarta pada tanggal 2 mei 1889. Ia adalah salah seorang putera terbaik negeri ini. Yang memiliki pemikiran yang sangat maju pada zamanya dalam memperjuangkan pendidikan, yang hasil pemikirannya masih relevan hingga saat ini. Pemikirannya memiliki inti ingin “memajukan bangsa tanpa membedakan RAS, budaya, dan bangsa”. Melihat buah pemikiran tersebut, betapa pemikiranya sampai saat ini masih relevan.
M. Sukardjo (2009: 95-96) menyatakan bahwa ajaran Ki Hajar Dewantara yang saat ini dipakai sebagai lambang Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas), yaitu Ing Ngarso Sung Tulado, yang berarti seorang guru hendakya memberikan teladan yang baik kepada murid-muridnya. Ing Madya Mangun Karso, yang berarti seorang guru harus terus membuat inovasi dalam pembelajaran. dan Tut Wuri Handayani, yang berarti seorang guru harus dapat membangkitkan motivasi, memberikan dorongan kepada anak didiknya untuk terus maju, berkarya, dan berprestasi. Semboyan tersebut sampai saat ini masih relevan, meskipun jika kita perhatikan ada beberapa guru yang kurang paham tentang falsafah tersebut. Seorang pendidik harus menjadi teladan bagi anak didiknya dalam berbagai hal, sehingga guru dapat menjadi panutan bagi anak didiknya.
Hasbullah (2012: 266) menyatakan bahwa Ki Hajar Dewantara adalah tokoh yang berjasa di bidang pendidikan dan beliaulah yang mendirikan taman siswa pada tahun 1922. Karena jasanya yang sangat besar tersebut maka sampai sekarang pada tanggal 2 mei diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional.
2. Muhammad Syafei
Muhammad Syafei adalah seorang berdarah minang yang dilahirkan di Kalimantan Barat. Ia dilahirkan tepatnya di daerah Natan tahun 1885. Ayahnya bernama Mara Sultan dan ibunya bernama Khadijah. Syafei berhasil menamatkan pendidikan dasarnya di Sekolah Rakyat pada tahun 1908. Kemudian Ia pun meneruskan pendidikanya ke Sekolah Raja (Sekolah Guru) dan lulus pada tahun 1914.
Ia aktif dalam pergerakan Budi Utomo serta membantu pergerakan Wanita Putri Merdeka. Pada tanggal 31 Mei 1922 Mohammad Syafei berangkat ke negeri Belanda untuk menempuh pendidikan atas biayanya sendiri. Beliau belajar selama 3 tahun dan memperdalam ilmu musik,
menggambar, pekerja tangan, sandiwara, termasuk memperdalam pendidikan dan keguruan. Pada tahun 1925, beliau kembali ke Indonesia untuk mengabdikan ilmu pengetahuannya.
M. Sukardjo (2009: 100-101) menyatakan bahwa sekembalinya dari Belanda, Syafei menerapkan ilmunya dengan mengelola sebuah sekolah yang kemudian dikenal Sekolah INS Kayutanam. Sekolah ini lebih dikenal dengan nama Sekolah Kayutanam, sebab sekolah ini didirikan di kayutanam. Kayutanam adalah sebuah nama desa kecil di Sumatra Barat, sedangkan INS sebuah lembaga pendidikan yang merupakan akronim dari Indonesische Nenderlandsche school. INS kayu tanam tahun 1926 memiliki 75 orang siswa terdiri atas dua kelas (IA dan IB). Gedung sekolah INS Kayutanam dibangun sendiri oleh siswa tahun 1927 terbuat dari bambu beratap rumbia. Oleh karena membutuhkan lahan luas, maka pada tahun 1937 dipindahkan ke pelabuhan, kurang lebih dari dua kilometer dari Kayutanam.
Hasbullah (2012: 272) menyatakan bahwa Mohammad Syafei meninggal dunia pada tanggal 5 maret 1969, meskipun sudah tiada, namun jasa-jasa beliau tidak akan pernah terlupakan apalagi para lulusan dari INS tersebar keberbagai pelosok tanah air, yang tentu saja kiprahnya sangat besar bagi pembangunan bangsa dan negara.
3. KH. Ahmad Dahlaan
Mohammad Herry (2006: 7) menyatakan bahwa Kiai Haji Ahmad Dahlan (lahir di Kauman, Yogyakarta, tahun 1868), adalah putra dari K.H. Abu Bakar bin kiai Sulaiman, seorang Khatib tetap di masjid Agung Yogyakarta. Ketika lahir, Abu Bakar member nama si anak dengan Muhammad Darwis.
K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh Islam yang giat memperjuangkan umat Islam melalui bidang pendidikan. Dia adalah tokoh pendiri organisasi Muhammadiyah pada tahun 1912 di Yogyakarta. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi beliau mendirikan Muhammadiyah ini, di antaranya adalah:
a. Umat islam tidak memegang teguh Alquran dan Hadis Nabi sehingga menyebabkan perbuatan syirik semakin merajalela.
b. Keadaan umat Islam sangat menyedihkan akibat dari penjajahan
c. Persatuan umat islam semakin menurun
Organisasi Muhammadiyah aktif menyelenggarakan lembaga pendidikan sekolah pada semua jenjang pendidikan dan tersebar ke berbagai pelosok tanah air. Tujuannya adalah terwujudnya manusia muslim, berakhlak, cakap, percaya kepada diri sendiri dan berguna bagi masyarakat dan negara. K.H. Ahmad Dahlan meninggal dunia pada tanggal 25 februari 1923, dalam usia 55 tahun.
4. Raden Dewi Sartika
Raden Dewi Sartika lahir di Bandung, pada tanggal 4 Desember 1884. Raden Dewi Sartika merupakan seorang tokoh wanita yang menyalurkan perjuangannya melalui pendidikan. Cita-cita dewi sartika adalah mengangkat derajat kaum wanita Indonesia dengan jalan memajukan pendidikannya. Alasannya, saat itu masyarakat cukup menghawatirkan, di mana kaum wanita tidak diberi kesempatan untuk mengejar kemajuan.
Untuk merealisasikan pendidikannya, pada tahun 1904 didirikanlah sebuah sekolah yang diberi nama” sekolah istri” ketika
pertama dibuka, sekolah ini mempunyai murid sebanyak 20 orang, kemudian dari tahun ke tahun sekolah yang didirikan Dewi Sartika menjadi memjadi bertambah. Pada tahun 1909 baru dapat mengeluarkan out ut-nya yang pertama dengan mendapat ijazah. Pada tahun 1914 sekolah istri di ganti namanya menjadi “sakola kautaman istri”.
5. Raden Ajeng Kartini
Raden Ajeng Kartini lahir di Mayong (Jepara), pada tanggal 21 april 1879. Hari kelahirannya ini sampai sekarang terus diperingati sebagai hari kartini. Beliau terkenal sebagai seorang tokoh yang dengan gigih memperjuangkan emansipasi wanita, yakni suatu upaya memperjuangkan hak-hak wanita agar dapat sejajar dengan kaum pria. Perjuangan emansipasi wanita yang dilakukan oleh R.A. Kartini tersebut disalurkan melalui pendidikan, yakni dengan mendirikan sekolah yang khusus bagi kaum wanita. Jenis sekolah yang dirintis dan didirikan oleh Raden Ajeng Kartini Adalah: (1) Sekolah gadis jepara, dibuka pada tahun 1903; dan (2) Sekola gadis di rembang. Pada dasarnya apa yang dicita-citakan dan dilakukan oleh Kartini hanyalah sebagai perintis jalan yang nantinya harus diteruskan ”kartini-kartni” baru. Raden Ajeng Kartini meninggal dalam usia cukup muda yaitu empat hari setelah beliau melahirkan, tepatnya pada tanggal 17 September 1904.
6. Willem Iskander
Willem Iskander lahir pada tahun 1840 dan meninggal dunia pada tahun 1876. Beliau adalah tokoh pendidikan dari daerah Mandailing Natal, Sumatra Utara, Indonesia. Ibu dari pahlawan Mandailing bernama Willem Iskandar ialah Anggur boru Lubis. Ayahnya bernama Raja Tinating, Raja Pidoli Lombang. Nama asli dari Willem Iskander adalah Sati Nasution dengan gelar Sutan Iskandar. Dia Belajar di Oefenschool di kota Amsterdam negeri Belanda. Sibulus bulus Sirumbuk rumbuk adalah salah satu karya sastra anak terbaik Mandailing Natal pada zamannya. Setelah tamat dari Amsterdam dia berangkat dengan tujuan Batavia atau Jakarta yang sekarang.
Peran Willem Iskander dalam Dunia Pendidikan di antaranya beliau adalah salah seorang yang memberantas kebodohan dan buta aksara di Mandailing. Hingga sekarang namanya tetap harum di Sumatera Utara, khususnya di Mandailing Natal. Banyak sekolah SD, SMP atau SMU yang melukiskan gambar dan juga mencantumkan kutipan kutipan isi karangan Willem Iskander di dinding sekolah. Dan bahkan ada yang menamai sekolahnya dengan nama sekolah Willem Iskander seperti SMEA dan SMK. Luar biasa harumnya.
Tulisan ini dikuti dari buku berjudul “Ilmu Pendidikan Konsep, Teori, dan Aplikasinya” halaman 205-211 karya Dr. Rahmat Hidayat, MA dan Dr. Abdillah, S.Ag, M.Pd. Diterbitkan oleh LPPI Medan pada tahun 2019. (*)
*Reporter: Mujahidah